Sabtu, 21 Februari 2009

Catatan Pertama, Buku Judul "Aceh Pungo" karya Taufik Al Mubarak

1. Catok

Pemberian judul catok ini merupakan sebuah karakteristik dari orang Aceh yang sampai saat ini sering kali melupakan dirinya, hal ini bisa dilihat dari sejarah Aceh dengan selalu terjadinya konflik yang berkepanjangan dan pertikaian sesamanya yang tidak lebih dikarenakan sebutan “Gila Harta”. Dalam arti harfiahnya mereka adalah makhluk yang lebih mementingkan dirinya sendiri dibandingkan sebuah kebersamaan.
Hal inilah yang menyebabkan separatisme dapat berkembang di Aceh pada awalnya dengan subur dengan harapan kemerdekaan yang di sokong oleh nasionelisme sempit, kejayaan masa lalu dan kebencian terhadap suku mendapat tempat di masyarakat Aceh.
Bahkan dalam perjanjian Helsinky terlihat bahwa para anggota GAM lebih mementingkan anggotanya terlebih dahulu daripada rakyat Aceh pada umumny atau korban konflik yang lebih menderita lagi baik secara fisik maupun psikis.

2. Penjilat

Penjilat adalah orang-orang yang juga lebih mementingkan kepentingan pribadinya, menjadi penjilat menurut penulis ada yang dikarenakan memang sudah menjadi habbit, namun ada pula karena keadaan yang memaksanya menjadi seperti itu.
Penjilat ini kini sudah bisa dikatakan menjadi karakter sebagian orang Aceh atau memang mereka sedang digiring menuju ke sana karena konflik yang berkepanjangan. Dapat dibayangkan semasa masa konflik mereka harus pandai-pandai menjilat TNI atau GAM, karena kalau tidak keselamatan nyawa mereka menjadi ancamannya. Walau mereka juga sadar bahwa mereka tetap saja menjadi korban karena dalam kenyataannya mereka memang dipaksa untuk tidak netral, harus memilih kalau tidak menjadi mata-mata GAM maka menjadi mata-mata TNI, ini amat menyakitkan rakyat Aceh sesungguhnya karena kebebasan mereka kini sudah hilang untuk menjadi seorang manusia sejati. Ironis.

3. Catok Brok

Penulis mencoba untuk menggambarkan bahwa di Aceh sekarang ini belum menggunakan filosofi “The Right Man in The Right Place”, utamanya dalam pengelolaan dana BRR.
Pertanyaannya adalah bahwa pengelolaan BRR setalah pasca tsunami diserahkan kepada GAM dengan KPA nya yang tentunya akan menyebabkan interest golongan mejadi lebih ke depan dari pada kepentingan masyarakat Aceh pada umumnya. Belum lagi kita ketahui bersama kalau KPA itu merupakan cikal bakal dari Partai Aceh.
Dalam sejarah manapun maka bila ini dibiarkan maka kita akan melihat kehancuran dari Aceh, kita akan melihat bagaimana ketika BRR diaudit akan terjadi berbagai macam konflik kepentingan, bisa-bisa kita melihat oknum GAM akan kembali naik ke gunung untuk mengancam atau menghindari KPK yang kiranya saat ini telah menunggu waktu untuk mengaudit BRR yang memang penggunaannya sebenarnya tidak jelas ini.
Bagi saya pribadi ini merupakan bentuk korupsi yang paling hina di muka bumi, bayangkan ketika BRR merupakan uang yang diperuntukkan bagi korban tsunami ternyata digunakan untuk kepentingan segolongan orang saja dengan tujuan tertentu pula. Ini merupakan sebuah kehinaan bagi saya, kalau mengkorupsi uang orang miskin saja sudah hina bagaimana mengkorupsi uang orang yang tertimpa musibah. Na’udzubillah.

4. Silang

Silang, merupakan sebuah kata yang berarti menandakan, ntah itu untuk kebaikan atau untuk keburukan. Tulisan ini menggambarkan bagaimana konflik di Aceh telah menyilangkan pada masing-masing hati orang Aceh tentang musuh dan lawan, tidak peduli lagi apakah ia itu adalah oang Aceh sendiri atau orang seiman atau memang musuh atau ternyata hanya oknum musuh.
Kata silang ini juga telah memberikan sebuah kata tepat untuk bisa memprofokasi, permasalahannya adalah siapa yang telah mengkonsep bagaimana rakyat Aceh itu saling silang menyilang. Apakah mereka yang menyiapkan konsep ini telah mengetahui kalau korbannya adalah bahwa rakyat Aceh aka nada dalam konflik yang berkepanjangan.
Catatan bagi saya adalah bahwa tanda silang itu tidak akan mudah hilang dari hati seseorang jika tidak ada sebuah keseriusan yang terdalam untuk bisa membuat sebuah tanda silang menjadi tanda contreng yang berwarna hijau.

5. Melon

Pengusaha bagi sebagian masyarakat Aceh merupakan urat nadi kehidupan mereka, sejak zaman dahulu yang namanya pedagang itu amat terkenal, perbedaannya dengan sekarang adalah kalau dahulu gerak pedagang atau hartawan itu amat dilihat oleh penguasa agar mereka betul-betul memperhatikan rakyat Aceh sendiri dalam berdagang, agar mereka tidak membuat rakyat Aceh sulit karena perdagangan mereka dan menjadikan agama sebagai dasar perdagangan mereka.
Ketika seorang pengusaha bersaing dengan seorang pejabat untuk mendapatkan jabatan maka akan terlihat sebuah peperangan klasik yang sungguh menarik bila dinikmati bersama dan melihat karakter masyarakatnya.
Ternyata menurut penulis jawabannya adalah bahwa rakyat Aceh sekarang ini orientasinya lebih kepada harta penghormatannya bukan kepada program atau visi seseorang.

6. Mazhab Hana Fee

Pergeseran nilai dari rakyat Aceh yang semakin materialistis, terlihat dari kata “Fee: bayarannya”, sekarang ini pada rakyat Aceh ketika mereka akan memilih seseorang, ingin mendapatkan projek maka ini lah yang terlebih dahulu mereka pertanyakan.
Semakin terlihat bahwa memang rakyat Aceh itu pada dasarnya dikatakan sebagai “Gila Harta”.

7. Mie Aceh

Tulisan mencoba untuk mengungkapkan bahwa sekarang ini sepertinya orang Aceh melupakan permasalahan sesungguhnya yang terjadi karena mereka saat ini sedang menikmati masa damai, tapi sesungguhnya tidak sadar bahwa terjadi perpecahan-perpecahan yang terjadi di Aceh, dikalangan GAM khususnya.
Kedatangan Hasan Tiro bagi saya sendiri merupakan hal yang biasa-biasa, karena di tentunya bukan Tuhan, bagi saya sendiri dia adalah orang yang bertanggungjawab dengan kehancuran Aceh hanya karena ideology ashobiyah dia.
Perpecahan ini digambarkan bagaimana ketika Hasan Tiro tiba hanya beberapa patah kata yang dikatakannya dan orang-orang kepercayaannya sepertinya tidak datang untuk mendampinginya. Bahkan saya pernah mendengarm, bahwa itu bukan benar-benar Hasan Tiro yang datang akan tetapi hanya kembarannya saja, ntahlah saya sendiri bingung. Satu hal yang saya tangkap adalah ketika Hasan Tiro datang ke Meulaboh dan ketika itupula saya sedang bertugas disitu saya melihat bahwa pada daerah tersebut Hasan Tiro tidak mendapatkan kehormatan, saya sadar bahwa ternyata tidak semua rakyat Aceh suka Hasan Tiro. Ada beberapa dari mereka yang mengatakan bahwa Hasan Tiro telah membawa uang rakyat Meulaboh untuk bisnis senjata atau membeli senjata, tapi saya tidak terlalu peduli. Entahlah.

8. HT

HT merupakan singkatan dari Hasan Tiro, menurut penulis ia merupakan salah satu orang Aceh yang berhasil membangkitkan semangat nasionalisme Aceh, berhasil mengkader ribuan pemuda Aceh untuk bisa mengangkat harkat dan martabat dari orang Aceh. Ia juga dikatakan sebagai anak muridnya Daud Beureuh.
Namun menurut saya ada perbedaan yang jelas antara HT dan DB, DB lebih memperjuangkan Islam bisa berdiri dan menghormati Islam sebagai landasan perjuangan menuju zaman keemasan Iskandar Muda, akan tetapi HT lebih kepada nasionalisme Aceh yang dibungkusi dengan konsep perjuangan Penjajahan Jawa – Indon serta menggunakan isu Negara Islam yang masih terus dipertanyakan.
Ketika DB kemudian menyatakan bahwa RI merupakan saudara orang Aceh dan tidak ada maksud untuk berpisah dari RI, maka HT mengatakan bahwa RI adalah penjajahan Jawa – Indon, adalah sangat jelas konsep perjuangannya. Ketika DB langsung memimpin perang di gunung-gunung Aceh maka Hasan Tiro peril ke LN dan berjuanga dari sana dengan alasan untuk mempermudah mencari dukungan dari berbagai Negara dan institusi guna perjuangan Aceh Merdeka.
Bagi saya HT adalah omong kosong, tidak lebih dari Ibrahim Hasan yang telah men DOM kan Aceh atau menurut teman saya, ia merupakan salah satu orang Aceh yang takut pulang ke Aceh. Keduanya telah mengorbankan rakyat Aceh dalam sebuah perang bodoh dan sia-sia yang berujung kepada self government yang kiranya sebenarnya bisa diperjuangkan tanpa harus menumpahkan ribuan darah rakyat Aceh. Sebagai contoh adalah ketika SIRA mengumpulkan orang banyak untuk kemudian mengancam dengan referendum tentunya ini labih bermakna dibandingkan perjuangan senjata bodoh oleh Hasan Tiro tersebut. Maaf, ini Cuma opini saya.

9. Safari

Penulis mencoba untuk kembali mengangkat perubahan budaya pada rakyat Aceh atau RI umumnya dimana dikatakan bahwa safari romadhon seharusnya merupakan safari untuk menuju Allah atau itikaf, tapi sekarang ini adalah safari menuju masyarakat dengan janji-janji yang belum tentu tercapai.
Yang menarik adalah selain safari pejabat dengan programnya itu juga mulai adanya safari dengan granat-granat atau kekerasan-kekerasan.
Saya tambahkan adalah safari ini akan terus berjalan dengan provokasi-provokasi yang terus ingin mengantarkan rakyat Aceh kedalam pertikaian kembali.

bersambung...